GERHANA
Gerhana merupakan sebuah fenomena alam
yang kerap terjadi pada masa kita. Kejadian ini jelas adalah sebuah
tanda-tanda kebesaran Allah, untuk memberikan sebuah pelajaran penting
kepada manusia agar mau kembali kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.
Dalam ilmu Astronomi gerhana tersebut
bisa terjadi pada dua keadaan, yaitu gerhana matahari dan gerhana bulan.
Gerhana matahari terjadi ketika posisi bulan terletak di antara bumi
dan matahari sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya Matahari.
Walaupun Bulan lebih kecil, bayangan Bulan mampu melindungi cahaya
matahari sepenuhnya karena Bulan yang berjarak rata-rata jarak 384.400
kilometer dari Bumi lebih dekat dibandingkan Matahari yang mempunyai
jarak rata-rata 149.680.000 kilometer.
Gerhana bulan terjadi saat sebagian atau
keseluruhan penampang tertutup oleh bayangan bumi. Itu terjadi bila
bumi berada di antara matahari dan bulan pada satu garis lurus yang
sama, sehingga sinar matahari tidak dapat mencapai bulan karena
terhalangi oleh bumi. Dengan penjelasan lain, gerhana bulan
muncul bila bulan sedang beroposisi dengan bumi. Perpotongan bidang
orbit bulan dengan bidang ekliptika akan memunculkan 2 buah titik potong
yang disebut node, yaitu titik di mana bulan memotong bidang ekliptika. Gerhana bulan ini akan terjadi saat bulan beroposisi pada node
tersebut. Bulan membutuhkan waktu 29,53 hari untuk bergerak dari satu
titik oposisi ke titik oposisi lainnya.
Gerhana Bulan terbagi menjadi tiga bagian:
Gerhana bulan total. Pada gerhana ini, bulan akan tepat berada pada daerah umbra.
Gerhana bulan sebagian. Pada
gerhana ini, tidak seluruh bagian bulan terhalangi dari matahari oleh
bumi. Sedangkan sebagian permukaan bulan yang lain berada di daerah
penumbra. Sehingga masih ada sebagian sinar matahari yang sampai ke
permukaan bulan.
Gerhana bulan penumbra. Pada gerhana ini, seluruh bagian bulan berada di bagian penumbra. Sehingga bulan masih dapat terlihat dengan warna yang suram.
Gerhana matahari dapat dibagi menjadi
tiga jenis yaitu: gerhana total, gerhana sebagian, dan gerhana cincin.
Sebuah gerhana matahari dikatakan se-bagai gerhana total apabila saat
puncak gerhana, piringan Matahari ditutup se-penuhnya oleh piringan
Bulan. Saat itu, piringan Bulan sama besar atau lebih besar dari
piringan Matahari. Ukuran piringan Matahari dan piringan Bulan sendiri
berubah-ubah tergantung pada masing-masing jarak Bumi-Bulan dan
Bumi-Matahari.
Gerhana sebagian terjadi apabila
piringan Bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup sebagian dari
piringan Matahari. Pada gerhana ini, selalu ada bagian dari piringan
Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan.
Gerhana cincin terjadi apabila piringan
Bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup sebagian dari piringan
Matahari. Gerhana jenis ini terjadi bila ukuran piringan Bulan lebih
kecil dari piringan Matahari. Sehingga ketika piringan Bulan berada di
depan piringan Matahari, tidak seluruh piringan Matahari akan tertutup
oleh piringan Bulan. Bagian piringan Matahari yang tidak tertutup oleh
piringan Bulan, berada di sekeliling piringan Bulan dan terlihat seperti
cincin yang bercahaya.
Tetapi hati-hati gerhana matahari tidak
bisa dilihat langsung karena dapat menyebabkan kerusakan pada retina
mata, namun untuk gerhana bulan dapat dilihat langsung dengan mata
telanjang.
Dalam Islam gerhana dikenal dengan Al-Kusuf (gerhana Matahari), Al-Khusuf
(gerhana Bulan). Artinya adalah menghilangkan seluruh cahaya salah satu
dari dua benda langit yang bercahaya (matahari dan bulan) atau
sebagiannya dan berubah menjadi hitam.
Sabda Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam tentang Gerhana
Dari sahabat al-Mughirah bin Syu’bah, bahwa Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam
bersabda,
{إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ
لِمَوْتِ أَحَدٍ, وَلاَ لَحِيَاتِهِ, فَإِذَا رَأَيْتُمُو هُمَا فَادْ عُوا اللهَ
وَصَلُّوا حَتَّى تَنْكَشِفَ}
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat (tanda) di antara ayat-ayat
Allah. Tidaklah terjadi gerhana matahari dan bulan karena kematian seseorang
atau karena hidup (lahirnya) seseorang. Apabila kalian melihat (gerhana)
matahari dan bulan, maka berdoalah kepada Allah dan sholatlah hingga tersingkap
kembali.” (HR. Al-Bukhari no. 1043, dan Muslim no. 915)
Sahabat Abu Musa al-Asy’ari radhiallahu ’anhu mengatakan, Nabi Shallallahu ’alaihi
wa sallam bersabda, ”Tanda-tanda ini, yang Allah tampakkan, bukanlah terjadi
karena kematian atau kelahiran seseorang. Namun dengannya Allah memberikan rasa
takut kepada hamba-hamba-Nya. Maka apabila kalian melihat salah satu darinya,
bersegeralah untuk berdzikir, berdoa kepada-Nya dan memohon ampunan-Nya.” (HR.
Al-Bukhori no. 1059)
Hadits
baginda Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam di atas menunjukkan kepada kita
bahwa gerhana bukanlah sekedar fenomena alam biasa. Gerhana merupakan fenomena
alam yang memang Allah kehendaki sebagai salah satu ayat (tanda) kebesaran-Nya.
Hadits di atas memberikan pelajaran dan tuntunan kepada kaum mukminin terkait
gerhana sebagai berikut:
Gerhana diciptakan Allah sebagai peringatan agar hamba-hamba-Nya takut
kepada-Nya. Maka tatkala terjadi gerhana hendaklah umat manusia segera ingat
kepada Allah dan segera menyadari bahwa Allah sedang mengingatkan kelalaian
mereka dengan ancaman adzab-Nya. Dari sini, jelaslah bagi kita kesalahan
kebanyakan orang yang justru menjadikan fenomena gerhana tersebut sebagai
hiburan bagi mereka. Ketika ada informasi bahwa gerhana akan terjadi pada hari
tertentu pada jam tertentu, maka mereka bersiap dengan kamera dan teropong masing-masing,
mencari tempat-tempat strategis untuk menyaksikan peristiwa ”indah” tersebut.
Sungguh sangat jauh dari mengingat Allah, apalagi menyadari itu sebagai
peringatan dari-Nya. Kesalahan ini akibat menganggap gerhana sebagai kejadian
antariksa biasa, yang bersumber dari sikap mengandalkan sains, tanpa mau
mengundahkan berita dari Allah, Pencipta dan Penguasa seluruh alam dengan
segenap galaksi dan langit yang ada didalamnya. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata,
”Ini bantahan terhadap ahli astronomi yang mengira bahwa gerhana merupakan
peristiwa biasa, tidak akan maju atau mundur.
Gerhana
juga diciptakan sebagai bantahan terhadap keyakinan-keyakinan/ mitos-mitos
batil, atau legenda-legenda kosong. Rasulullah membantah keyakinan yang ada
dikalangan musyrikin arab saat itu dengan sabdanya, ”Bukanlah terjadi karena
kematian atau kelahiran seseorang.” Islam memberantas segala keyakinan/ aqidah
batil, diantaranya yang bersumber dari astrologi (ahli nujum) yang meyakini
bahwa pergerakan/ peredaran bintang, planet dan benda-benda langit lainnya
memberikan pengaruh/ ada kaitannya dengan kejadian-kejadian di bumi. Yang
dikenal sebagai zodiak, shio, atau nama yang lainnya sesuai dengan agama asal
masing-masing yang digagas oleh para filosof, rohaniawan atau paranormal.
Termasuk kejadian gerhana yang diyakini sebagai tanda atau sebab (bakal)
terjadi peristiwa atau bencana besar di muka bumi. Ini semua adalah batil.
Seorang mukmin yang berpegang pada kemurnian tauhid harus meninggalkan
keyakinan-keyakinan tersebut. Sangat disayangkan, ada sebagian di antara kaum
muslimin yang masih percaya dengan ramalan-ramalan bintang, termasuk pula
mitos/ legenda seputar gerhana, atau meyakini peristiwa gerhana ada hubungan
dengan bencana alam atau lainnya. Al-Imam al-Khaththabi berkata, ”Dulu mereka
pada masa jahiliyyah berkeyakinan bahwa gerhana menyebabkan terjadinya
perubahan di muka bumi, berupa kematian, bencana dan lain-lain. Maka Nabi mengajarkan
bahwa itu adalah keyakinan batil. Sungguh matahari dan bulan itu adalah dua
makhluk yang tunduk kepada Allah. Keduanya tidak memiliki kekuatan mempengaruhi
sesuatu yang lainnya, tidak pula memiliki kemampuan membela diri.” ( lihat
Fathul Bari hadits no. 1040)
Rasulullah mengajarkan kepada kita
tuntunan syariat yang mulia ketika terjadi gerhana matahari maupun gerhana
bulan, yaitu ada tujuh hal (sebagaimana dalam hadits-hadits tentang gerhana):
1.
Shalat gerhana
2.
Berdoa
3.
Beristighfar
4.
Bertakbir
5.
Berdzikir
6.
Bershadaqah
7.
Memerdekakan budak
(Lihat HR. Al-Bukhari no. 1040, 1044, 1059,
2519; Muslim no. 901, 912, 914)
Ini dilakukan sejak awal terjadinya gerhana, hingga berakhirnya yang
ditandai dengan kembalinya cahaya matahari atau bulan seperti sedia kala. Di
antara doa yang beliau perintahkan adalah berlindung dari adzab kubur. Karena
gerhana mengakibatkan suasana gelap meskipun pada siang hari, dan dalam suasana
tersebut hati manusia pasti dihinggapi rasa takut. Suasana yang demikian
mengingatkan kita akan suasana di alam kubur kelak. (Lihat Fathul Bari hadits
no.2519).
Karena gerhana merupakan peringatan akan adzab, maka sangat tepat dianjurkan
pada kesempatan tersebut untuk memerdekakan budak, sebab amal tersebut bisa
memerdekakan seseorang dari api neraka. (Lihat Fathul Bari hadits no. 2519).
Gerhana merupakan peristiwa penting dalam Islam. Islam bernar-benar mengajak
hamba untuk menyikapi gerhana yang sedang terjadi sebagai peringatan dari Allah
SWT. Hikmah ini tidak bisa diketahui dengan ilmu sains, namun hanya bisa
diketahui melalui wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.
Rasulullah SAW bersabda, ”Apabila kalian melihat (gerhana) matahari atau
bulan, maka berdoalah kepada Allah dan shalatlah.” Nabi mengaitkan pelaksanaan shalat gerhana dengan
”melihat (ru’yah)”. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, ”… karena pelaksanaan
shalat (gerhana) dikaitkan dengan ru’yah.” (Lihat Fathul Bari hadits no. 1041).
Artinya, apabila telah diperkirakan dengan hisab astronomis terjadi gerhana
namun terhalangi oleh langit yang mendung, maka tidak dilakukan shalat gerhana.
Atau gerhana terjadi di wilayah lain/ belahan bumi lainnya, sehingga tidak
terlihat. Misalnya gerhana terjadi di Eropa, tidak terjadi di Indonesia, maka
orang Indonesia tidak disyariatkan untuk melaksanakan shalat gerhana. Atau
terjadinya gerhana matahari setelah tenggelamnya matahari, atau gerhana bulan
setelah terbitnya matahari sehingga tidak bisa teramati, maka tidak ada shalat
gerhana pula.
Allah
SWT Yang Maha Kuasa telah menjadikan pergerakan matahari dan bulan berjalan
dengan rapi dan teratur, sehingga bisa diamati dan dihitung oleh manusia.
Termasuk gerhana bisa diketahui dengan hisab astronomis kapan terjadinya, di
belahan bumi mana sajakah terjadinya, serta jenis gerhananya, apakah gerhana
total, sebagian, cincin dan lain-lain. Namun tidak diambil darinya konsekuensi
hukum apapun terkait dengan shalat gerhana atau lainnya. Meskipun gerhana bisa
diketahui kapan waktu terjadinya berdasarkan hisab astronomis yang sangat
akurat, namun apabila ternyata pada hari-H dan jam-J nya gerhana tidak teramati
atau tidak terjadi di wilayah tersebut, maka shalat gerhana tidak bisa
dilaksanakan. Hal ini mirip dengan hilal di awal bulan, khususnya ketika
menentukan awal bulan Ramadhan dan Syawwal. Meskipun diketahui secara pasti
berdasarkan hisab astronomi yang akurat posisi hilal sekian derajat dan
dinyatakan memungkinkan untuk diru’yah, namun apabila fakta di lapangan hilal
tidak bisa diamati, maka berarti belum masuk Ramadhan atau Idul Fitri. Kemudian,
fakta bahwa gerhana bisa diketahui dengan hisab astronomis, tidak menghilangkan
sebab dan fungsi gerhana yang diberitakan oleh Nabi Shallallahu ’alaihi wa
sallam, yaitu ”Dengannya, Allah memberikan rasa takut kepada hamba-hamba-Nya.”
sekali lagi, gerhana bukan peristiwa biasa seperti halnya pasang-surutnya ombak
di lautan. Namun ada hikmah besar di balik itu. Oleh karena itu –sebagaimana
pada hadits-hadits di atas- sampai-sampai Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam
berdiri ketakutan, khawatir itu sebagai tanda datangnya Kiamat, dan beliau
memerintahkan dengan 7 hal.
(Dikutip dari berbagai sumber)