Selasa, 18 Juli 2017

Tidak Mau Balikan dengan Mantan?

Waktu menunjukan pukul 05.39, adzan Shubuh berkumandang, beresonansi di kamar hotel kami. Lantunannya begitu penuh makna, seakan bergema; "Hei, bangun! Ayo shalat, akan kutunjukkan satu kejadian luar biasa pagi ini!". Aku terbangun, berwudhu di kamar hotel, lalu turun menggunakan lift dari lantai tanggal kemerdekaan Indonesia itu. Kusebrangi jalanan sunyi nan sepi, udara terasa begitu dingin dan berduri. 'Uh, pantas susah sekali manusia pergi ke masjid untuk Shalat Shubuh' ucapku dalam hati.

Seusai Shalat Shubuh, kuputuskan untuk sebentar berduaan dengan kekasihku tercinta. Aku memilih pilar paling belakang masjid Sultan untuk melantunkan keindahan ayat-ayatnya.

Sempurnanya, aku berdiri, berniat untuk meninggalkan masjid. Sampai aku melihat siluet anak kecil duduk persis di pilar sebelah kiri pilarku. Tak terlihat saat aku tilawah, karena lebar pilar tersebut melebihi badannya. Ia sedang membuka Al-Quran, sambil mengulang-ngulang satu ayat yang sama Entah kenapa aku tertarik (Hey, ayolah, aku memang menyukai anak kecil). Aku mendekatinya.

"Hey, what are you doing?" Aku pura-pura tidak tahu. Padahal sudah jelas ia sedang mencoba untuk menghafal Al-Quran. Kalau tidak salah juz 27.

Dia tampak kaget. "Ah. eh. I am trying to memorize this verse. It was so hard...

EH WHAT? What did i said? No you can't make yourself think that memorizing Quran is hard! Focus Ali!" Lalu ia kembali mengulang-ngulang ayat tadi.

Aku terkekeh, 'Lucu juga, dia nggak mau mikir kalau menghafal itu susah, dan malah heboh sendiri' batinku.

"Here, let me test you, err. If you want of course." Aku menawarkan untuk menjadi tempat setoran hafalannya.

Mendadak, matanya berbinar-binar. Ia tersenyum lebar. "Really? Yeay!" Dia langsung memberikan Al-Qurannya kepadaku, dan mulai membacakan hafalan surat Al-Ahqaf kepadaku.

Sesaat aku terenyuh. Bacaan, tajwid, nada dari anak ini sangat indah. Hampir sempurna, sangat luar biasa untuk anak seumuran kelas 5 SD. Aku terlena oleh lantunannya, sehingga tak sadar bahwa surat itu telah usai.

"How? Any mistake?" Tanyanya bersemangat.

"Umm no, but i want to ask you something." Balasku.

"Just ask" Ucapnya cepat.

"How many chapter(juz) you have memorized so far?" Aku sedikit kepo.

"Only 5, but i am sure i can finish all 30 in one or two year/s." Pekiknya tanpa ragu.

Jantungku berdegup lebih cepat. Entah perasaan iri atau cemburu yang merasuk ini, tapi sungguh membuatku malu mengingat apa yang aku lakukan saat masih berumur segitu. Aku berpikir, bahwa di Negara ini jauh lebih susah untuk istiqamah dan melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan islam. Mengapa anak ini bisa se'keren' itu? Aku penasaran, kenapa anak ini mau repot-repot menghafal Quran? Siapa yang menyuruhnya?

"Why, why do you want to be a Hafizh Quran (Quran Memorizer)?" Tanyaku dalam.

Ia terdiam, tatapannya berubah sedih. Aku langsung merasa sangat bersalah. Apakah pertanyaanku salah?

"Because i want to complete my promise to my parents back then. I promise to be a Hafizh Quran, to give shining crown and mantle for my parents in the heaven." Katanya tersedu-sedu, terputus-putus.

Aku tidak mengerti mengapa ia bersedih. Padahal itu adalah cita-cita yang sangat luar biasa. Bahkan aku tidak banyak menemui anak seusianya memiliki impian yang begitu mulia.

"Why are you so sad? You'll have spectacular dreams! You live with your parents right? Prove it to your parents that you can do it!" Kataku menyemangati.

"..." Dia termenung, tatapannya tak mau membalas tatapanku. Aku semankin tidak mengerti.

"Whats wrong" Aku bertanya bingung.

Air matanya menetes, kemudian ia berucap pelan.
"Both of my parents are already gone. That promise were made few days before they dead. I live here with my uncle, he is this mosque officer. I am sorry. I am so sad, if i remember the verses i ever memorized, then i forgot it. I feels so guilty to my parents. The more i forgot the verse i ever memorized, the more i feels like i don't care to my parents at all. I just cant make this tears stop falling."
-----translate-----
"Orang tuaku sudah meninggal. Janji itu dibuat beberapa hari sebelum mereka meninggal. Maaf, aku sedih ketika aku mengingat, ada ayat-ayat yang pernah aku hafalkan, lalu aku melupakannya. Aku sangat merasa bersalah kepada orang tuaku. Semakin banyak ayat yang aku lupakan padahal pernah aku hafal, semakin aku merasa bahwa diriku tidak peduli sama sekali dengan orang tuaku. Aku nggak bisa menahan air mata."

Suasana hening. Aku merangkulnya. Ia menangis, memanjakan mimpi yang sangat mulia. Biarkan air matanya terbang menuju Arsy-Nya, menjadi saksi perjuangan luar biasa seorang anak yang sangat mencintai kedua orang tuanya..

----------------------------

Pagi itu aku terus termenung. Mengapa ada anak dengan mimpi sebesar itu, mengapa aku tidak bisa untuk berbuat sehebat demikian? Sudah berapa banyak ayat aku hafal, lalu aku lupakan? Sudah berapa banyak ayat menunggu untuk aku ingat di dalam kepala?

Aku tidak peduli. Biarlah waktu lain tersita untuk urusan ini. Tapi jika ada mantan yang ingin aku cinta kembali, yang ingin aku ikat lagi. Dia adalah hafalan Al-Quranku yang telah pergi dariku.

Village Hotel, City of Merlion 7 Syawal 1438 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar